Posted on: January 16, 2022 Posted by: theartsp Comments: 0

Jakarta, 31 Agustus 2019 — Jika menyebut nama Pelukis Tiongkok yang kini berkiprah di tingkat dunia, nama Lu Tianning pun dapat disetarakan dengan seniman internasional lainnya. Karya-karya nya yang sebelumnya dipamerkan di negara Amerika, Swedia, Australia, Jepang dan India, kini Lu dapat menambahkan daftar negara yang memamerkan karyanya yaitu Indonesia. Karya- karya Lu akan dipamerkan di Yun Artified Community Art Center Jakarta, mulai 31 Agustus – 30 September 2019. Pameran ini dikuratori oleh kurator senior Jim supangkat.

Yun Artified Community Art Center yang diresmikan pada Januari 2019 lalu, telah menyeleksi bahwa karya-karya dari seniman Lu layak untuk dipublikasikan ke pecinta seni Indonesia, tidak hanya mempertimbangkan nilai estetiknya namun Lu dinilai sebagai seorang pelukis yang berhasil mengembangkan seni tradisional Tiongkok ke ranah Internasional. Sebagai salah satu visi dan misi dari Yun Artified, akan terus aktif melakukan program pertukaran seniman Indonesia berpameran di China dan seniman China berpameran di Indonesia, sehingga pecinta seni di Indonesia tidak harus pergi ke Fukuoka Asian Art Museum di Jepang, National Museum, New Delhi di India, California University di Amerika Serikat dan Ecole Superieur des Beaux Arts di Paris, Perancis untuk melihat dan mempelajari detail dari karya masterpiece Lu yang indah.

Mengutip catatan kuratorial pameran Reflection of Chinese Yun, Jim Supangkat memaparkan bahwa pandangan- pandangan Lu Tianning menandakan sensibilitas pada karya-karyanya bertumpu pada spirit yang berkaitan dengan religiusitas. Istana Potala di kota Lhasa yang terus menerus dilukisnya sepanjang karir, sering disebut “Istana di atas awan”. Berdiri di puncak gunung, 12.139 meter dari permukaan laut, bangunan iconic yang berusia 1300 tahun ini memang punya pesona transendental. Lu Tianning tidak hanya menangkap tanda-tanda ini, namun ia merasakannya sebagai dorongan misterius yang mendasari karya-karyanya.

Kata-katanya yang mengisahkan pengalamannya menghadapi pegunungan Potala pada siang dan malam hari menegaskan kaitan lukisan-lukisan Lu Tianning dengan seni lukis Tiongkok tradisional. Bahkan dengan tandanya yang paling tua, buku Shinjing  (tentang puisi dan lagu) yang ditulis pada Abad ke-14 SM. Ada sebentuk kalimat yang berbunyi, “Mengamati sisi gunung yang diterangi matahari, dan, bayangannya di sisi gelap membangkitkan kesadaran tentang yin dan yang. “ Inilah catatan tertua tentang  yin dan yang  yang dikenal sebagai dasar filsafat Tiongkok.

Memamerkan 100 karya Lu Tianning yang rata-rata berukuran 100 x 100 cm dan 100 x 180 cm, akan menggunakan 3 lantai, salah satu karya berskala besar 150 x 360 cm yang ditampilkan berjudul Auspicious Plateau (2019). “Pada masterpiece ini berbagai kecenderungan pada seni lukis Tiongkok tampil bersamaan. Di sini hukum perspektif menjadi relatif, dan, batas-batas realistis dan surealis hilang.  Prof. Liang Jiang dari Guangzhou Academy of Fine Arts, menyebut kecenderungan ini sebagai simponi, dimana pada dunia musik adalah penggabungan warna dan nada musik yang berbeda-beda dalam sebuah orkestra harmonis. Analognya adalah disambiguasi, yaitu upaya menghilangkan keraguan ketika menghadapi himpunan pemikiran/teks, karena perbedaan sudut pandang, perbedaan penggunaan istilah, atau, topik pembahasan yang berbeda”, papar Jim Supangkat pada catatan kuratorial.

Mengenai Lu Tianning

Lu Tianning dilahirkan di Jiangsu pada November 1959 dan merupakan lulusan dari Jiangsu Provincial Academy of Literature and Art pada tahun 1986 .  Dari tahun 1987 sampai 1995, ia hidup di dataran tinggi Tibet dan terlibat dalam pembuatan dan penelitian terhadap seni religius. Selama ini, Lu tercemin dalam karya dan praktek seninya sendiri. Dia menggunakan tinta warna merah, biru, dan kuning yang hampir murni untuk mengisi gambarnya dengan garis-garis jelas yang terbuat dari tinta yang ditekan ke permukaan kertas nasi. Pada jenis karya ini, Lu menggunakan sebuah corak mengesankan, warna-warna berani dan komposisi penuh tekanan yang secara akurat menunjukkan sungai misterius di dataran bersalju.

Ada gaya artistik lain yang berbeda dari lukisan tinta modernnya dalam tulisannya. Lu menggambarkan perasaan tertinggal yang tak terlupakan dalam hidupnya di dataran tinggi Tibet. Pada Januari 2006, ia memulai karirnya di Museum Nasional Pusat Pengembangan Seni. “Pameran Lukisan Tibetan-Style oleh Lu Tianning” dipamerkan di Swedia, Australia, Jepang, India, dan negara-negara lainnya. Lu saat ini adalah seorang anggota dari Asosiasi Seni China.

Mengenai Yun Artified Community Art Center

Yun Artified Community Art Center yang didirikan pada 18 Januari 2019 oleh Yince Djuwidja,  adalah pusat kegiatan seni yang memiliki luas 1584 meter persegi yang terdiri dari fasilitas ruang pamer, workshop, dan perpustakaan. Setiap tahunnya, Yun Artified Community Art Center menggelar dua sampai tiga kali pameran yang di kurasi kurator kenamaan, Jim Supangkat. 

Dengan dibukanya Yun Artified Community Art Center, diharapkan memberi warna baru dalam skema seni rupa di Indonesia. 

Yun Artified juga adalah Art Advisory yang memberi berbagai solusi seperti sistem penyimpanan karya seni yang benar, mencocokkan karya seni dengan ruangan, membangun database online untuk koleksi karya seni dan merekomendasikan karya seni sesuai budget melalui database yang terdiri oleh seniman established dan emerging.

News

https://www.casaindonesia.com/article/read/9/2019/1204/92-Karya-Lu-Tianning-Singgah-di-Jakarta

https://hot.detik.com/art/d-4680904/100-lukisan-mahakarya-pelukis-lu-tianning-mejeng-di-jakarta

https://www.metrotvnews.com/play/kM6CzMpz-lukisan-karya-pelukis-tiongkok-lu-tianning-dipamerkan-di-indonesia

https://koran-jakarta.com/karya-pelukis-tiongkok-lu-tianning-dipamerkan-di-jakarta

https://www.industry.co.id/read/54767/tanda-post-tradisi-lutianning