Posted on: January 9, 2022 Posted by: theartsp Comments: 0
Gatot Pujiarto, Tapestry, Crazy Night, 2016, Acrylic, textile, and thread on canvas, 220 x 310 cm (86 5_8 x 122 in.)

Jakarta—Pearl Lam Galleries dengan bangga mengumumkan partisipasinya dalam edisi pertama dari Art Stage Jakarta, butik pameran seni pertama di Indonesia, berlangsung dari 5-7 Agustus. Sebagai salah satu galeri terkemuka di Asia, yang berlokasi di Hong Kong, Singapura dan Shanghai, Pearl Lam Galleries akan menghadirkan berbagai seniman kontemporer internasional.

Karya-karya seniman kontemporer terkemuka baik dari dalam dan luar Asia akan ditampilkan di stand. Menyajikan pilihan dari beberapa momen paling penting dalam seni di era kontemporer baik karya-karya dari nama-nama yang familiar maupun baru, Pearl Lam Galleries mengusulkan bahwa diskusi, keterlibatan dan produksi seni adalah tanpa batas. Seniman dalam acara mencakup Chun Kwang young (l. 1944, Korea Selatan), Jenny Holzer (l. 1950, Amerika Serikat), Lee Sea Hyun (l. 1967, Korea Selatan), Antony Micallef (l. 1975, Inggris Raya), Pino Pinelli (l. 1938, Italia), Gatot Pujiarto (l. 1970, Indonesia), Yinka Shonibare MBE (l. 1962, Nigeria / Inggris), Su Xiaobai (l. 1949, Cina), Yang Yongliang (l. 1980 , Cina), dan Zhu Jinshi (l. 1954, Cina).

Sebagai bagian dari generasi seniman-seniman legendaris yang meninggalkan Cina pada 1980-an, Zhu Jinshi secara luas dianggap sebagai pelopor seni abstrak Cina. Selama ia di Berlin, Zhu terkena pengaruh dari gerakan seni Barat dan bereksperimen dengan pertunjukkan, instalasi dan bentuk konseptual. Karyanya yang digantung di dinding, yang dibuat dalam periode dewasa karirnya, menampilkan diri sebagai relief rendah. Catnya diaplikasikan dengan sekop dan alat berat lainnya, dan karya-karya itu sendiri memakan waktu beberapa tahun untuk kering. Dengan sengaja diberi jarak didalam stand, lukisan Zhu memberikan kontras dan mengarahkan dialog dengan karya-karya lainnya.

Seniman lainnya menciptakan efek patung pada lukisan termasuk seniman Inggris Antony Micallef (l. 1975). Dalam seri lukisan terbarunya, Raw Intent, ia mengeksplorasi mekanisme cat dan potensinya untuk mengekspresikan emosi. Beeswax dicampur dengan cat akrilik untuk menghasilkan ketebalan, efek mendalam yang menyentuh penonton dengan secara fisik. Micallef pertama kali mendapat perhatian dari panggung seni internasional ketika ia meraih hadiah kedua di BP Portrait Award tahun 2000, kemudian dengan cepat memantapkan dirinya lebih luas dengan lukisan-lukisan yang meningkatkan energi secara visual, yang secara bertahap telah menjadi kurang figuratif. Meskipun awalnya dipandu oleh wajahnya sendiri di cermin, seri Raw Intent tidak dimaksudkan untuk dibaca sebagai potret. Wajahnya hanya bertindak sebagai saluran untuk mengeksplorasi potensi tersembunyi dari media. Dalam Raw IntentNo. 14 (2016), sebuah figur terdistorsi berdiri di depan latar belakang yang sepi. Meskipunsecara fotografi terlihat datar, sosok tersebut terdiri dari lapisan cat tebal. Ketika dilihat secara langsung, ketegangan terciptadi antara apa yang dilihat oleh mata dan apa yang dialami oleh tubuh.

Karya-karya seniman China Yang Yongliang (l. 1980) dan seniman Korea Lee Sea Hyun (l. 1967) mengambil inspirasi dari lukisan-lukisan klasik pemandangan dari budaya mereka masing-masing.  Berunding mengenai sifat “rasional” dari media baru dengan sifat “emosional” dari pekerjaan tradisional di atas kanvas, karya Yang menggabungkan tema urbanisasi dan memori budaya. Material pilihannya di atas kanvas yaitu cat akrilik dicampur dengan semen memberikan kontras persepsi kasar dari hutan beton dengan bentuk pegunungan indah yang ia lukis, menyoroti sifat cair alami yang mengejutkan dari medium. Di sisi lain, lanskap kontemporer dari Lee Sea Hyun pada pandangan pertama seakan-akan menggambarkan utopia abadi, namun melalui inspeksi lebih dalam terungkap kolam kekosongan yang besar dan tanah lapang mengambang yang menggambarkan kenangan senimantentangKorean Demilitarised Zone (DMZ), ketika ia ditempatkan untuk memeriksalanskapnyadengan memakai kacamata inframerah saat menjalani masa militernya.

Seniman Inggris-Nigeria Yinka Shonibare MBE (l. 1962) juga menyentuh soal kenangan, tetapi yang bersifat lebih bahagia. Patung Boy Balancing Knowledge (2015) terinspirasi dari masa kecilnya yang ia habiskan di Lagos, Nigeria. Shonibare mengenang perjalanan panjangnya mengendarai mobil dengan ayahnya yang berprofesi sebagai pengacara, di mana ia diperintahkan tentang apa yang ia harus baca sebagai bagian dari masa kecilnya. Tumpukan buku antik yang berkaitan dengan tema perjalanan dan kolonialisme menumpuk pada dada anak itu, yang melengkung ke belakang dalam gerakan statis dan seimbang. Anak itu menerima tetapi tidak kewalahan oleh informasi yang ia terima, mepertahankan dirinya melawan kekuatan dari otoritas. Patung ini juga dilengkapi motif familiar dari karyanya yang lebih besar, sepertikepala bola dunia khasnya, kaincetak lilin Belanda dengan warna yang cerahdan kostum bergaya Viktoria.

Kontras secara visual dengan karya Shonibare adalah karya Su Xiaobai (l. 1949), yang mendaftarkan dirinya di Kunstakademie Düsseldorf pada tahun 1987 dan telah menghabiskan puluhan tahun tinggal di Jerman.Setelah terkena pengaruh praktek avant-garde Barat, Su mencari cara untuk mengintegrasikan metode-metodenya, teknik-teknik dan bahasa untuk tujuannya yaitu menjelaskan perspektif dasar Cina. Pada tahun 2003, ia menemukan jawabannya dalam lacquer, yang segera menjadi media pilihannya. Karya-karyanya berfokus pada kualitas-kualitas dasar yang penting seperti warna, bentuk, dan tekstur, yang dalam berbagai kombinasi dapat menghasilkan permukaan unik yang berkisar dari halus dan sensual untuk diukir dan dikelupas. Setiap karyanya memancarkan sejarahnya sendiri, karakter, dan kehadirannya yang independen. Stand akan menampilkan Kuanhong – Dark Blue (2015-16) dan Magnanimous-Blue (2016), dua dari karya-karya Su yang berwarna cerah dan warna-warnaseperti batu permata.

Serta pemahaman kontemporer yang menantang dari lukisan adalah karya-karya dari seniman asal Itali Pino Pinelli (l. 1938), seorang seniman yang sangat dipengaruhi oleh gerakan Zero Itali.Untuk merefleksikan esensi dari lukisan dalam seri Pittura-nya, Pinelli mengurangi ukuran kanvas-kanvasnya, menghasilkan karya-karya yang mengingatkan terhadap pandangan mikroskopis dari goresan sebuah kuas cat, atau bahkan ledakan serpihan-serpihan yang tersebar dari kanvas berukuran lebih besar. Sebagai gantinya, mereka terlihat seolah-olah mereka telah dilapisi gula dalam pewarna murni, berkilauan dalam warna merah dan abu-abu. Permukaan mereka yang seperti beludru ditandai dengan garis-garis teratur dan celah-celah yang menciptakan dan menyatakan kedalaman dan bentuk, meniru gerakan kuas cat di atas kanvas yang telah dicat.

Galeri Juga akan dipamerkan karya-karya dari seniman Korea Chun Kwang Young (l. 1944) yaitu seri Aggregation, dimana ia menggabungkan eksperimen awalnya terhadap Abstrak Ekspresionisme dengan penguasaannya terhadap kertas mulberry, material unik dari Korea, dalam usahanya mencari fase kebudayaan asli dari ekspresi seni. Membungkus setiap potongan-potongan polystyrene segitiga di dalam kertas mulberry yang diwarnai sendiri, Chun menciptakan permukaan yang sangat bertekstur dari koleksi gantungan dindingnya yang memukau, Dimana karya-karya dua dimensinya menyamai gradasi-gradasi warna dari setiap potongan yang diwarnai, karya-karya tiga dimensinya seringkali memiliki satu warna,  sehingga hanya dengan perubahan tonalwarna untuk menyoroti setiap potongan-potongan segitiga dalam kertas mulberry yang menonjol dari setiap sudut.

Berbasis di Malang, Indonesia, Gatot Pujiarto (l. 1970) adalah bagian dari kelompok seniman yang berkembang di daerahnya. Karyanya terinspirasi dari peristiwa-peristiwa tidak biasa dan kejadian-kejadian tidak terduga dari cerita-cerita yang dikumpulkan dan pengalaman-pengalaman pribadinya sendiri. Setelah residensi yang sangat penting di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Indonesia, Pujiarto mulai memadukan kain ke dalam kolase media campurannya, menciptakan karya-karya permadani. Stand galeri akan menampilkan sebuah karya permadani baru, yaitu Crazy Night (2016), yang merupakan karya permadani figuratif kedua yang ia buat dengan medium ini. Pujiarto dengan berani menggunakan kain untuk menjadi kanvasnya, mengekspos ujung-ujungnya dan membuatnya menjadi elemen patung melalui instalasi inkonvensional yang berjarak 15 sentimeter dari dinding. Melalui menjahit danmengkolase potongan-potongan yang berwarna dan berteksur, permadani tersebut menyampaikan komentar sang seniman mengenai pengejarangaya hidup hedonistik di zaman modern ini.

Dua papan LED oleh seniman neo-conceptual asal Amerika Jenny Holzer akan menerangi bagian luar dari stand. Dikenal dari seri Truisms-nya, karya Holzer yang destruktif seringkali membaur diantara iklan-iklan di ruang publik. Penggunan moto, kutipan dan frase idiomatiknya telah muncul pada kaos, poster, bangku marmer dan bahkan pada pembungkus kondom. Mereka juga telah diproyeksikan ke bagian luar bangunan-bangunanpemerintah, perusahaan, dan bangunan masyarakat di seluruh dunia. Kedua papan LED di stand menampilkan tulisan tradisional Cina yang berjalan dan berkelap-kelip pada layarnya. 

“Kami telah menikmati kesuksesan besar di Art Stage Singapore dan dengan gembira akan berpartisipasi dalam edisi pertama dari Art Stage Jakarta. Jakarta adalah pusat penting untuk seni dan seniman di Asia Tenggara dan kami membawa bersama kami beberapa seniman kontemporer internasional terkemuka, termasuk seniman Indonesia Gatot Pujiarto, dan kami gembira untuk menyajikan mereka kepada para kolektor dan publik.”

—Pearl Lam

Tentang Pearl Lam Galleries

Didirikan oleh Pearl Lam, Pearl Lam Galleries adalah kekuatan pendorong dalam seni kontemporer Asia. Dengan lebih dari 20 tahun pengalaman memamerkan seni dan desain Asia dan Barat, Pearl Lam adalah salah satu galeri seni kontemporer yang terkemuka dan paling mapan yang didirikan diluar Cina.

Memainkan peran penting dalam mendorong dialog internasional mengenai seni kontemporer Cina dan Asia, galeri ini didedikasikan untuk memperjuangkan seniman yang kembali mengevaluasi dan menantang persepsi praktek budaya dari daerahnya. Galeri di Hong Kong, Shanghai dan Singapura berkolaborasi dengan kurator-kurator terkenal, masing-masing menyajikan program-program yang berbeda dari pameran-pameran solo, proyek-proyek khusus, dan instalasi-instalasi untuk menunjukkan kelompok konseptual yang kuat. Berdasarkan filosofi dari penulis Cina dimana bentuk seni tidak memiliki hirarki, Pearl Lam Galleries didedikasikan untuk meruntuhkan batas-batas antara disiplin ilmu yang berbeda, dengan model galeri yang unik berkomitmen untuk mendorong pertukaran lintas-budaya.

Empat cabang Pearl Lam Galleries di Hong Kong, Shanghai dan Singapura mewakili list seniman-seniman kontemporer yang semakin berpengaruh. Seniman Cina Zhu Jinshi dan Su Xiaobai, yang menggabungkan kepekaan Cina dengan bahasa visual internasional, disajikan secara internasional melalui karya sekarang yang termasuk dalam koleksi pribadi dan publik seluruh dunia. Galeri juga memperkenalkan artis internasional terkemuka, seperti Jenny Holzer, Leonardo Drew, Carlos Rolón/Dzine dan Yinka Shonibare MBE, untuk, memberikan kesempatan bagi khalayak baru di Asia untuk bertemu dengankarya mereka.

Pearl Lam Galleries mendorong seniman-seniman internasional untuk menciptakan karya baru yang terlibatsecara khusus dengan daerahnya, bekerja sama untuk menghasilkan karya yang merangsang pemikiran, karya yang bersangkutandengan budaya.

News

https://hot.detik.com/art/d-3269014/gatot-pujiarto-tampilkan-lukisan-permadani-di-art-stage-jakarta

https://hot.detik.com/art/d-3270540/gatot-pujiarto-seniman-yang-eksis-dengan-lukisan-permadani-figuratif

https://drive.google.com/file/d/1IsHA3fCeO1D5_3o2KyI2QdqucuVy3xwh/view?usp=sharing